Rawa Jombor merupakan sebuah rawa yang terletak di tengah Desa
Krakitan. Rawa ini dikelilingi oleeh bukit-bukit yang sebagian besar merupakan
pegunaungan kapur. Rawa Jombor beerjarak kurang lebih 8 km dari kota Klaten.
Rawa ini memiliki luas 198 ha dengan kedalaman meencapai 4,5 m dan meemiliki
daya tampung air 4 juta m3. Tanggul yang mengelilingi rawa ini
sepanjang 7,5 km dengan lebar tanggul 12 m.
Daerah
Rawa Jombor dahulu sebenarnya merupakan dataran rendah yang berbeentuk cekungan
luas dan dikelilingi oleh barisan pegunungan. Hal ini menyebabkan dataran
rendah tersebut sering tergeenang aiir, baik pada saat musim hujan maupun musim
kemarau. Daerah tersebut dinamakan Rawa Jombor karena daerah tersebut sering
tergenang air sehingga disebut rawa dan terletah di Desa Jombor yang kini
berubah menjadi Desa Krakitan. Genangan air ini akan semakin tinggi saat musim
hujan karena dari sebelah barat laut terdapat sungai yang bernama Kali Ujung
dan kali Dengkeng. Kedua sungsi tersebut selalu meluap saat musim hujan dan
selalu mengarah ke Rawa Jombor. Luapan air ini membuat Rowo Jombor semakin
meluas dan menggenangi rumah warga serta sawah yang berada disekelilingnya
sehingga banyak warga yang terpaksa dipindahkan ke tempat yang lebih aman di
tepi rawa atau tegalan disekitarnya.
Pada tahun 1901, Sinuwun Paku Buwono ke-X
bersama dengan pemerintah belanda mendirikan pabrik gula Manisharjo di
daerah Pedan, Klaten. Dibukanya pabrik gula ini membuat seluruh lahan pertanian
di daerah Pedan tersebut ditanami dengan tanaman tebu. Luasnya lahan yang
digunakan untuk perkebunan tebu tersebut meningkatkan jumlah kebutuhan air
untuk irigasi. Sehingga Sinuwun Paku Buwono ke-X dan Pemerintah Belanda yang
mengetahui keberadaan Rawa Jombor dengan jumlah air yang melimpah berencana
untuk membuat saluran irigasi dari Rawa Jombor menuju areal perkebunan tebu
tersebut. Pembangunan saluran irigasi tersebut dimulai pada tahun 1917 dengan
cara membuat terowongan sepanjang 1 km menerobos pegunungan yang mengelilingi
rawa serta talang air diatas kali Dengkeng. Pekerjaan ini akhirnya selesai pada
tahun 1921 dan setiap tahun Sinuwun Paku Buwono ke-X selalu mengunjungi Rawa
Jombor walaupun hanya untuk sekedar naik perahu atau melihat pemandangan.
Pada saat penjajahan Jepang, pabrik gula
Manisharjo yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah Belanda menjadi bangkrut.
Pada tahun 1943-1944, oleh pemerintah Jepang, Rawa Jombor kemudian dijadikan
waduk dengan dibangunnya tanggul disekeliling rawa dengan memanfaatkan tenaga
kerja paksa (romusha). Sebelum dibangun tanggul, luas rawa jombor sekitar 500
hektar sementara setelah dibangun tanggul dengan lebar 5 m maka luasnya menjadi
180 hektar.
Setelah penjajahan Jepang
berakhir Rawa Jombor tetap dimanfaatkan sebagai waduk untuk menampung air
irigasi bahkan pada tahun 1956, pemerintah kota Klaten menetapkan Rawa Jombor
sebagai tujuan wisata dengan melakukan pembangunan tempat peristirahatan untuk
pengunjung. Pada tahun 1967-1968, setelah adanya pemerintahan Orde Baru,
pemerintah kota Klaten memanfaatkan para tahanan politik (tapol) untuk
melakukan perbaikan Rawa Jombor. Perbaikan tersebut dilakukan dengan
memperlebar tanggul yang awalnya hanya 5 meter menjadi 12 meter. Pekerjaan
tersebut selesai dalam 7 bulan dengan menyerap tenaga kerja tapol sebanyak 1700
orang
mantaaap....
BalasHapusmakasih sinuwun n belanda '''trus sekarang yang satu kilo itu masih nggak ya , ...?
peistirahatannya kok nggak lihat ya ...
salam buat temanku om sigit porna